Pages

JEJAK TELAH DI LANGKAHKAN SERIBU KEHENDAK HARUS TERLAHIRKAN

Ads 468x60px

Labels

Tampilkan postingan dengan label BUDAYA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BUDAYA. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 November 2014

Tari Topeng Kemindu dari Kutai Kartanegara

Sebagai sistem aristokrasi tradisional nusantara yang telah bertahan selama hampir delapan abad, Kesultanan Kutai memiliki warisan seni budaya yang amat kaya, misalnya dalam bidang seni tari. Di dalam lingkungan Keraton Kutai, terdapat sejumlah tari klasik yang masih tetap lestari melintas zaman. Salah satu di antaranya adalah tari topeng kemindu. Tari ini sering disebut juga tari topeng Kutai untuk membedakannya dengan berbagai jenis tari tradisional yang ada di berbagai daerah lain di Indonesia.
Dahulu, tari topeng kemindu hanya berkembang di kalangan terbatas. Tari ini hanya dapat dibawakan oleh orang-orang dari strata sosial tertentu, yaitu para remaja putri dari kalangan bangsawan di Kesultanan Kutai. Seiring waktu, tari ini mulai diperbolehkan untuk dibawakan oleh masyarakat di luar lingkungan Keraton. Perubahan ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Haji Aji Muhammad Salehuddin II dengan tujuan mempopulerkan dan menjaga kelestarian seni tradisi Keraton Kutai Kartanegara Ing Martadipura.


Dari sisi koreografi, aransemen, dan genre tarian, tari topeng kemindu masih memiliki hubungan yang erat dengan tari topeng yang berkembang di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh budaya peninggalan Majapahit yang cukup kuat. Tari topeng menjadi salah satu bukti peninggalan hubungan diplomatik yang terjadi antara Kesultanan Kutai Kartanegara pada masa pemerintahan Maharaja Sultan (1370-1420 M) dengan penguasa Majapahit yang sezaman dengannya. Jejak peninggalan pengaruh Majapahit juga dapat ditemukan pada kemiripan alur cerita, busana, dan watak topeng yang dikenakan para penari.Tari topeng kemindu biasanya dibawakan dalam perhelatan besar Kesultanan dan acara-acara resmi. Perhelatan tersebut antara lain ritual seluang mudik, Festival Erau, penobatan sultan, resepsi pernikahan, dan perayaan kelahiran di kalangan keluarga bangsawan. Tari ini juga menjadi bagian dari tata krama protokoler penyambutan tamu kehormatan di lingkunganKesultananKutaiKartanegara.
 [Ardee/IndonesiaKaya]

Untuk Perempuan Jawa Favorit Saya

Namanya Bu Mitro. Sudah sepuh. Saya menginap di rumahnya (di Desa Segoro Gunung, bagian ujung Karanganyar, Jawa tengah, yang bersebelahan dengan Madiun, Jawa Timur) selama masa KKN 2011 silam. Keluarganya tegolong sangat berkecukupan untuk ukuran perekonomian petani di sekitar lereng Gunung Lawu.

Bu Mitro adalah perempuan yang sangat tegar dan kuat, secara mental dan fisik. Ia salah satu wanita yang harus menjalani tradisi menikah di usia sangat belia. Dan Bu Mitro muda, mampu bersalin sendiri di rumahnya, tanpa bantuan siapapun, suaminya pun tidak. Anak-anaknya tetap tumbuh sehat, tak kurang suatu apapun. Saya amat kagum pada ketegaran hatinya.

"Satu-satunya kesalahan saya kepada Beliau—Selain tidak sengaja menginjak kucingnya yang sedang hamil—adalah bertanya “Ibu mau ikut ke masjid?”.


Hampir dua bulan menginap di rumah Beliau, membuat saya hafal kapan saatnya Beliau pergi ke sawah, kapan memasak untuk kami, dan kapan saat menggoda cucu-cucunya. Hingga sayapun hafal tak ada waktu bagi ia untuk beribadah.

Ibu ini Islam, tapi ya untuk di KTP saja Islamnya, Nduk. Ibu ndak pernah tahu rasanya shalat dan puasa. Bapak juga begitu. Kebanyakan warga di sini begitu.”

Mayoritas mereka hidup sebagai Islam abangan atau Islam kejawen, lalu dimakamkan dengan tradisi Hindu. Namun tetap ada sebagian yang menjalankan Islam sesuai syariat, bahkan sampai tidak lagi melakukan bid’ah dan takhayul. Bu Mitro memberi kebebasan seluas-luasnya bagi anaknya untuk beragama. Beberapa anaknya memilih menjadi Katolik, dan anak bungsunya menjadi Muslimah yang menutup rapat auratnya.

Tapi Ibu pengen ketemu Kanjeng Nabi (Nabi Muhammad SAW). Katanya dia membawa rahmat buat semua umat. Pengen bilang makasih, karena rahmatnya terus mengalir sampai sekarang. “

Saya mengamini perkataan Beliau, dan menyadari bahwa sebenarnya Beliau sedang mengakui poin keimanannya, dalam konteks yang sangat sederhana. Ia kagum dan percaya kisah heroik Kanjeng Nabi, namun barangkali tak melampaui kesetiannya pada tradisi budayanya.

Tuhan menakdirkan Bu Mitro lahir di tempat ini, tempat yang kelak menjadi tujuan para ex-aktivis PKI yang kabur dari Solo dan sekitarnya. Menetapnya mereka semakin mempengaruhi proses akulturasi beberapa kepercayaan dominan; Islam kejawen, Hindu dan Katolik yang kesemuanya mengutamakan tradisi kultur dibandingkan syariat.

Di tempat ini, banyak ditemukan masjid berdempetan dengan patung para dewa Hindu, berseberangan dengan sesajen bunga yang ditabur saat malam Jum’at. Atau gereja Katolik Jawa yang (menurut teman saya yang beribadah di gereja itu), lagu puji-pujiannya mirip nada lagu tradisonal Bali.

Menurut Bu Mitro, pernah beberapa kali orang-orang dari pesantren berkunjung, menyiarkan tentang aqidah Islam yang sesuai syariat. Beberapa warga tertarik, dan menjadi Muslim seutuhnya. Namun tetap tersisa orang-orang seperti Bu Mitro, yang teguh pada identitas Jawanya. Mereka yakin bahwa Islam yang dikawinkan dengan tradisi Jawa adalah pilihan yang paling sesuai bagi mereka. Karena tradisi itu lahir di tempat mereka sendiri, bukan ideologi yang didapat dari luar Jawa bahkan di luar Indonesia (Dalam hal ini maksudnya adalah tradisi Arab).

Saat ceramah di bulan Ramadhan, salah seorang kyai di mesjid desa berkata (dalam bahasa Jawa halus yang tidak saya mengerti tentunya, dan sudah dengan susah payah diterjemahkan oleh anak bungsu Bu Mitro). Kira-kira begini terjemahannya;

Kita harus menghormati mereka yang tidak berpuasa, jangan kita yang berpuasa saja yang minta dihormati. Kalau kita menyebalkan, saudara kita yang kejawen dan non Islam pasti tidak tertarik mengikuti ajaran Islam yang dicontohkan Nabi”.

Saya bersyukur, pemuka agama di desa ini adalah yang paham bahwa mengamalkan dan mencontohkan, adalah syiar dakwah yang terbaik. Bukan seperti mereka yang berapi-api mengkafirkan sesama, yang tak lagi bisa membedakan antara ego pribadi dengan tujuan membela agama.

Setelah selesai masa KKN, saya masih sempat berkunjung ke Desa Segoro Gunung, setidaknya sampai dua tahun berikutnya (2013). Kondisinya masih sama.
Bu Mitro dan suaminya masih menjadi abangan yang taat, namun toleran luar biasa pada siapapun yang tak sejalan dengannya.
Masih terdengar suara adzan yang merdu dengan pengucapan “Hayya’ Ngalas-shalaah; Hayya’ Ngalal Falaah”.
Masih ada patung dan arca Hindu di sebelah Masjid.
Dan makam Muslim yang meninggal masih dilapisi semen, ataupun batu serupa bahan baku candi.

Mereka semua, masih tetap berdampingan.

Saya tak sejalan dengan apa yang amat diyakini Bu Mitro.

Namun darinya, saya belajar menjadi taat tanpa harus memaksa kehendak. Taat yang menenangkan, yang menjaga nama Tuhan dalam diam, dalam hubungan yang sangat sakral.

Saya kerap kali memperhatikan mukanya lekat-lekat. Garis kerutannya yang paling tebal berada di tepi mulutnya, yang terbentuk karena terlalu sering tersenyum. Mata teduhnya pun menenangkan, membuat siapapun yang baru mengenalnya bisa merasa sangat dekat dengannya.

Saya tak mau mempermasalahkan pro-kontra mendo’akan saudara yang tidak seiman. Saya hanya ingin terus mendo’akan hal terbaik untuk Beliau. Diterima atau tidaknya do’a saya, itu menjadi ranah kerja Tuhan saya.
Bu Mitro dan Suaminya


Yang saya tahu, saya ingin selalu melihat kerut di garis senyumnya. Maka semoga hidupnya dilingkari kebahagiaan, semoga masa tuanya tak perlu dipusingkan dengan omongan tetangga yang kadang menyakiti hatinya, dan apa yang menjadi keinginan terdalamnya dapat diwujudkan.
Amiin.











Terima kepada Athifa



Selasa, 01 Juli 2014

Dhipa Nursandi KOREOGRAFER - dari yayasan Lanjong Kutai Kartanegara

Salam sehat dan keren buat rekan - Rekan semua.
Pada Postingan  Kali ini saya coba menyambung postingan yang  sebelumnya tentang sosok Dhipa Nursandi sebagai Penari sekaligus koreo/penata tari yang berarasal dari kota Tenggarong - Kabupaten Kutai Kartanegara - Kalimantan Timur. 

Sedikit bincang - bincang saya dengan Dhipa 





Profil : Dhipa Nursandi 

Nama lengkap adalah Dian Paramita NurSandi atau yang lebih sering di panggil Dhipa Nursandi  
  • lahir di Balikpapan Kalimantan timur pada tanggal 30 oktober  1990 dari pasangan A. Sofiansyah  yang pekerjaannya  seorang Guru sekolah dasar di kota Tenggarong  dan Susatya Rukmi Lubis seorang ibu rumah tangga yang luar biasa.  
  • Dhipa anak pertama dari 5 bersaudara, 2 putri dan 3 putra.
  • Darah seni sudah mengalir dari kedua orang Tuanya dan seluruh keluarga Dhipa Nursandi merupakan pelaku seni di Kota tenggarong - Kutai Kartenegara 
 Pendidikan 
  • TK di Balikpapan, Sekolah dasar di SD MUHAMMADIAH TENGGARONG lulus tahun 2002, 
  • Sekolah Menengah Pertama di SMP N 3 TENGGARONG lulus tahun 2005, 
  • Sekolah Menengah Atas di SMA N 2 TENGGARONG lulus tahun 2008 
  • dan lanjut Perguruan Tinggi UNIVERSITAS KUTAIKARTANEGARA dan Sekarng sudah mau Wisuda .
Sejak Kapan Dhipa mengenal dunia Seni termasuk Tari ..?


Mengenal tari di usia 5 tahun, pada waktu itu perpisahan di TK tempat saya bersekolah, dan kebetulan yang mengajarkan gerak tari yang saya dan kelompok itu bukan Guru saya, melainkan sang mama. Setelah lanjut ke SD saya tidak hanya mengikuti ekskul Tari dan ketertarikan di dunia tari sangatlah kurang,  karena yang di ajarkan adalah Tarian jawa pada saat itu maka saya memilih drum band dan pramuka. Lanjut ke SMP mulai lah saya mengikuti beberapa kegiatan seni seperti teater dan kembali bergelut di dunia tari, masuk disebuah lembaga ternama pada waktu zamannya saya belajar tari tradisional kutai baik tari pesisir dan pedalamannya.
dan 5 tahun berturut – turut ikut meramaikan pembukaan pesta adat yang sangat dinanti oleh masyarakat kutai yaitu Erau bersama lembaga yang saya ikuti, juga ikut dibeberapa pentas bersama senior dan sempat menjadi penari utama sebuah pagelaran akbar pada waktu itu. 
Tahun 2006 lembaga tersebut bubar dan saya hijrah keyayasan  yang bernama yayasan lanjong kutai kartanegara yang dimana tempat tersebut bisa menampung kebisaan kita di bidang seni. Setelah beberapa bulan bergabung saya di percaya mewakili kukar, kal-tim dan Indonesia ke sebuah event festival tong – tong di belanda , Denhaag. Setelah pulang dari denhaag kami mengikuti beberapa event tari di kaltim dan di luar kaltim untuk perwakilan kutaikartanegara yaitu : 

  1. Festival kudungga tahun 2006, kategori tari pesisir meraih terbaik 1 dan kategori make up terbaik
  2. Festival kemilau tahun 2006, kategori tari pesisir meraih terbaik 1 dan pemusik terbaik
  3. Festival cak durasim 2006, di surabaya
  4. Festival tari jepen tahun 2006, meraih terbaik 3
  5. Festival kudungga tahun 2007, kategori tari pesisir meraih terbaik 1 
  6. Festival majapahit fair tahun 2007, di Surabaya
  7. Festival kudungga tahun 2008, ketegori tari pesisir meraih terbaik 1 dan penata tari terbaik
  8. Festival rumpun bamboo sejuta aksi tahun 2009, di bandung
  9. Festival kemilau tahun 2010, kategori tari pesisir meraih terbaik 3
  10. Pewakilan kutai kartanegara dalam ekspo budaya tahun 2011, di mataram-lombok
  11. Pentas Wolrd dance day tahun 2011, di solo jawa tengah
  12. Peringatan hari buta aksara internasional tahun 2012, di Balikpapan
Perfomance Dhipa Nursandi di Negara Belanda


Permanfance Dhipa Nursandi bersama SANGRILA ( Sanggar Teri Lanjong di berbagai Event  Daerah 





Dengan Senyum Ramah Dhipa melanjutkan Perjalanan hidupnya dalam Berkarya 

Next,  tahun 2012 saya hijrah sementara ke salah satu kota besar di Indonesia yang terkenal memiliki budaya keraton yang masih asri yaitu Yogyakarta. Tanpa di sengaja saya membantu tugas akhir salah satu guru yang mengambil jurusan teater program studi S2 nya di ISI YOGYAKARTA, sekolah Perguruan Tinggi yang saya inginkan dulunya, dan lagi – lagi masih dalam dunia tari saya berperan namun ada yang sedikit berbeda saya juga bergelut dengan keaktoran. Beberapa kesempatan di waktu senggang saya ikut di beberapa paguyuban Yogyakarta seperti paguyuban Pak bagong yang terkenal dengan kesenian tari tradisi jawanya dan bailamose school dance dengan balletnya, merupakan bekal untuk yayasan lanjong khususnya sangrila nama divisi tari di Lanjong dan saya dalam berkarya.

Hingga Kini sebagi seorang penata tari sudah berapa garapan ..?


Beberapa karya yang sudah di produksi oleh lanjong dengan beberapa nama koreo dari lanjong :  Jepen Tungku, Kupu – Kupu cedung, Jepen Hadrah, Jepen Permohonan, Jepen Begurau, putri petung, Jepen bunga perangai, Jepen begurau, Rudat, ekualibrium, biduk badai, jepen kanak melayu

Karya yang dibuat dhipa sendiri  
  1. Tari pesisir :  Jepen Selamat datang, Jepen begondahan, Jepen beuntung Betuah, Jepen Rentak Menuai, putrid petung, miniatur tari masal cilik.  
  2. Tari pedalaman: tari lanjong betuah. Kontemperer : ula’ , rasa. 

That’s all and thankfull ^_^

Dhipa dalam karyanya 





demikian sedikit cerita di balik seorang Penari sekaligus Penata Tari dari sanggar tari lanjong 
pada tulisan berikutnya akan coba kupas dari sisi yang berbeda dari seorang Dhipa Nursandi - mungkin sebgai DUTA WISATA KUTAI KARTANEGARA 

 
Blogger Templates